Mataram (Redaksi86) – Rencana pemberlakukan kembali Ujian Nasional (UN) pada tahun 2026 mendatang harus dipertimbangkan dengan matang. Sejumlah pihak menyarankan agar ujian nasional tidak jadikan penentu kelulusan. Jika ujian nasional dijadikan penentu kelulusan, maka akan rentan menimbulkan kecurangan seperti yang pernah terjadi beberapa tahun lalu.
Wakil Ketua Umum FSGI, yang juga Ketua Wilayah FSGI NTB, Mansur pada Kamis, 9 Januari 2025 mengatakan, pelaksanaan ujian nasional sebagai penentu kelulusan telah menimbulkan banyak kecurangan sistematis, terstruktur dan masif di masa lalu. Di samping itu, pelaksanaan ujian nasional sebagai penentu kelulusan timbulkan tekanan psikis pada peserta didik.
“Ujian nasional tidak tepat menjadi penentu kelulusan peserta didik ketika standar pendidikan ditiap sekolah dan daerah berbeda beda kondisinya. Ujian nasional bisa digunakan untuk parameter pemetaan kualitas pendidikan, dengan catatan tidak dilakukan setiap tahun dan tidak semua sekolah (sampel saja),” saran Mansur.
Menurutnya, amanat ujian nasional sebagai parameter pemetaan kualitas pendidikan justru ada dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Salah satu yang perlu diperhatikan, bahwa kondisi dan kualitas sekolah belum merata, kebijakan ujian nasional sebagai penentu kelulusan jadi tak adil.
“Ketika semua sekolah di Indonesia sudah rata kualitasnya, maka standarisasi pendidikan nasional melalui kebijakan UN bisa dilaksanakan, sehingga memenuhi rasa keadilan bagi semua,” ujar Mansur.
Hal senada disampaikan Sub Koordinator Kurikulum Bidang Pembinaan SMA Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB, Purni Susanto pada Kamis, 9 Januari 2025. Menurutnya, jika berkaca pada pelaksanaan ujian nasional sebelum-sebelumnya, sering kali siswa mengalami tekanan yang besar. Ketika ujian nasional menjadi syarat kelulusan, maka orang rentan melakukan kecurangan.
“Untuk ujian nasional barangkali tujuan pelaksanaannya tidak lagi sebagai syarat kelulusan siswa. Selama ini ada tekanan luar biasa pada siswa, sekolah, dan orang tua karena ujian nasional dijadikan instrumen kelulusan siswa. Akibatnya terjadi distorsi dan kecurangan sana-sini,” ujar Purni.
Pengamat pendidikan yang juga Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Mataram (FKIP Ummat), Dr. Muhammad Nizaar, M.Pd.Si., menyampaikan, ujian nasional dihentikan sebelumnya, karena memiliki banyak kekurangan. Kekurangan itu antara lain, ujian nasional mendorong pola pikir masyarakat bahwa belajar mati-matian saja di akhir untuk lulus ujian nasional, sehingga dulu bimbel membanjir untuk menghadapi ujian nasional.
“Ujian nasional dikejar, tetapi ternyata kualitas isi pendidikan nihil. Selain itu, setiap daerah memiliki kualitas pendidikan yang berbeda, karena kondisi pembangunan berbeda. Disparitas sangat tinggi sehingga tidak tepat melakukan komparasi dalam kompetisi,” ujar Nizaar.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mengatakan, pihaknya akan mematangkan rencana mengadakan kembali ujian nasional. Ujian nasional sudah ditiadakan sejak 2021 lalu. Mendikdasmen menyebutkan, kemungkinan ujian nasional akan diterapkan kembali dengan sistem berbeda pada 2026 atau tahun ajaran 2025/2026.
Sumber : Suara NTB (suarantb.com)