Jakarta, Redaksi86.com — Terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi, Lusmeiriza Wahyudi, kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada hari ini, Rabu (18/5/2022).
Kali ini, agenda sidang adalah pemeriksaan saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dimana menurut Advokat Khaerul Imam, S.H., Kuasa Hukum Lusmeiriza Wahyudi adanya beberapa kejanggalan dalam fakta persidangan, dengan Nomor Perkara 22/Pid.Sus-TPK/2022/PN Jkt.Pst .
“Agenda pemeriksaan saksi dari JPU, dalam fakta persidangan terlihat sekali kejanggalan – kejanggalan yang ada. Pertama, ketika pemeriksaan tim audit, semua yang terkait sidang tinggi harusnya ada approvel dari Pimpinan Cabang,” kata Khaerul Imam.
Lebih lanjut dikatakan, ada tim audit memberikan rekomendasi cara penagihan pada nasabah dan itu sudah dilakukan. tapi disini pimpinan cabang harus melakukan pengawasan yang ketat,dan ada lagi saksi dari pengelolan agunan.
Maka itu, Khaerul dalam persidangan juga sempat merasa heran terhadap pekataan saksi, yang bilang bahwa barang yang digunakan harus ada pelunasan dari nasabah, itu harus dipersiapkan sore hari menurut SOP-nya seperti itu dan akan diambil keesokan hari, tetapi ketika tidak ada atau batal pelunasan dari nasabah maka SOP barang harus di kembalikan lagi oleh pengelola agunanan.
“Disini saya liat bahwa pengelola agunan tidak menjalankan SOP yang ada, terlalu membiarkan dan tidak ada pengawasannya juga,” ujar Khaerul.
Sempat Khaerul juga menyinggung terkait pegadaian fiktif, dengan pertanyaan , Bagaimana ketika tidak ada berita acara tetapi ada barang yang ingin dijaminkan?. Jawaban saksi, “Kalau saya diamkan malah bahaya.”.
Khaerul bertanya kembali, Siapa yang memberikan approvel?. Apakah pengelola agunan harus memberikan report terlebih dahulu ke Pimpinan Cabang?. Saksi menjawab, ya.. harus melaporkan dulu ke Pimpinan Cabang.
“Jadi disini sebenarnya kalian semua mengetahui,” tegasnya saat menuturkan kembali pada awak media.
“Dan kalau memang tidak ada wujudnya kenapa harus diapprove?. Disini kalau dilihat Pimpinan Cabang dan Kepala Bagian Agunan mengetahuin,” terangnya.
Terkait barang yang hilang dan siapa yang pegang kunci?. ini jawaban dalam persidangan bersimpangan antara pemimpin cabang dan kepala ragunan, yang diceritakan kembali Khaerul.
“Memang saksi memastikan bahwa kunci dipegang oleh terdakwa. Sekarang kalau kunci dipegang terdakwa bagaimana bisa Kepala Agunan menyiapkan barang – barang yang akan dilunasi atau yang ingin ditebus nasabah bagaimana bisa? jadi artinya logikanya tidak masuk akal,” kata Khaerul.
Untuk itu dalam sidang selanjutnya, tim kuasa hukum juga meminta nantinya ada saksi – saksi JPU yaitu saksi nasabah dan keterangan saksi ahli.
” Nanti kami akan melakukan gugatan juga tim kuasa hukum kedalam pledoi pembelaan, dan berharap Jaksa dalam melakukan tuntutan itu harus melihat fakta persidangan yang ada,” ungkapnya.
Selain itu, Khaerul meminta Hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap terdakwa dimana yang putus perkaranya adalah manusia.
“Logikanya 158 barang yang hilang tidak mungkin dilakukan oleh 1 orang pasti ada pihak lain yang terlibat. kami meminta Kejaksaan Negeri Jakarta Barat untuk segera mengusut siapa yang terlibat didalam perkara ini. kita sama sama bantu menyelamatkan kerugian negara dan kita akan buka semuanya,” paparnya.
Lain dari itu, hakim sudah mengatakan juga didalam persidangan apabila adanya pengawasan ketat itu tidak akan terjadi.
Untuk itu hakim juga menekan sudah atau belum dijalankan SOP yang ada?.
” Saya berharap pihak Kejaksaan Tinggi Jakarta Barat maupun Kejati DKI Jakarta bisa mengusut ini secara terbuka siapa yang terlibat,” tegasnya.
Sedikit informasi tambahan, bahwa terdakwa LUSMEIRIZA WAHYUDI bin SUGENG WAHYUDI selaku pengelola UPC Anggrek Cabang Kemandoran PT. Pegadaian (persero) melakukan penggelapan barang gadai, pengajuan gadai fiktif dan mengajukan penaksiran terhadap barang dengan nilai taksir tinggi yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 pasal 3 tentang Keuangan Negara yang menyatakan Keuangan Negara harus dikelola secara tertib, taat Peraturan Perundang – undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab, serta bertentang dengan Peraturan Direksi Nomor 14 Tahun 2020, tanggal 29 Januari 2020 Tentang Struktur Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Cabang, Peraturan Direksi Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Pengedalian Pinjaman pada Produk Pegadaian Kredit Cepat Aman (KCA) dan Peraturan Direksi nomor : 14 tahun 2017 tentang Standar Operasional Prosedur serta sebagaimana perhitungan dari Satuan Pengawasan Interen (SPI) Inspektorat Wilayah IX PT. Pegadaian (persero) Jakarta tentang Laporan hasil pemeriksaan pelanggaran (LHPP) Nomor : 104-R / 00012.52 / 2021, tanggal 14 Juli 2021 diperoleh perhitungan kerugian negara sebesar Rp. 5.707.334.599,- ( Lima miliyar tujuh ratus tujuh juta tiga ratus tiga puluh empat ribu lima ratus sembilan puluh sembilan rupiah).**(A-R/Rls)