Panipahan (Rohil), Redaksi86.com — Diduga ratusan Haktare mangrove (hutan bakau, red) di Kepenghuluan Pulau Jemur Kecamatan Pasir Limau Kapas (Palika) Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) Provinsi Riau telah diolah dan dialih fungsikan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit.
Pantauan awak media dilapangan, Selasa (10/06/2025) lokasi hutan bakau yang telah diolah tersebut diperkirakan dipesisir pantai Pulau Jemur Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau tepatnya di wilayah ujung Pulau Jemur sampai dengan wilayah Sungai Tawar Labuhan Batu (Sumut).
Wilayah tersebut diperkirakan lebih kurang dua ratus (200) meter dari bibir pantai dan masih mengalami pasang surut air laut. Sedangkan untuk pengerjaannya jelas diperkirakan dengan menggunakan unit alat berat (beko, red) milik salah satu masyarakat.
Tidak sampai disitu, awak media mencoba konfirmasi kepada PJ Penghulu Pulau Jemur yang baru, ”saya tidak tahu soal pembekoan lahan hutan mangrove yang dibabat, karena saya baru 1 bulan dilantik,” ungkapnya.
Saya udah panggil yang pengurus Beko tapi responnya kurang enak, sampai-sampai mengancam dengan bahasa yang tidak baik, karena si pengurus termasuk Dusun di Penghuluan yang saya pimpinan,” tambah PJ Penghulu.
Karena tidak di indahkan oleh pengurus Beko, hal ini sudah laporkan kepada Aparat Kepolisian melalui surat laporan Kepenghuluan agar pihak Aparat Penegak Hukum menindaklanjuti pelaku perusak lingkungan tersebut sesuai hukum yang berlaku.
Dalam hal ini juga dapat terindikasi bawa telah diketahui selain pelaku ingin melakukan alih fungsi lahan, pelaku juga telah melakukan perambahan hutan mangrove (bakau, red).
Pelaku juga diduga telah melanggar tindak pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan berupa melakukan pengrusakan Lingkungan Hidup dan melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 98 dan Pasal 109 jo. Pasal 116 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2009 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Hutan Bakau mengatur sanksi bagi pelaku yang melakukan perusakan hutan bakau, yaitu pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun, serta denda paling sedikit Rp. 3 miliar dan paling banyak Rp. 10 miliar.
Undang-Undang PPLH UU No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup juga dapat menjerat pelaku perambah hutan bakau jika perbuatannya melanggar ketentuan dalam undang-undang tersebut.
Alih fungsi lahan menyebabkan banyak mangrove ditebang dan dirusak sehingga menurunkan kontribusinya terhadap lingkungan dan penyerapan karbon.
Mangrove memiliki peranan penting dalam lingkungan dan mendukung kehidupan makhluk hidup lain, di antaranya tempat berkembang biak biota-biota laut, membantu untuk mencegah terjadinya abrasi, menghambat kekuatan destruktif dari gelombang besar laut, mencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan dan tempat persinggahan dari burung-burung migrasi.**(ANDR & Team)