PEKANBARU, Redaksi86.com – Direktur Utama, Lembaga Pendidikan Wartawan, Pekanbaru Journalist Center (PJC), Drs. Wahyudi El Panggabean, M.H., meminta segenap wartawan di tanah air, menerapkan asas perimbangan (verifikasi) dalam menulis berita.
“Dalam situasi apapun, menulis berita yang berimbang adalah kewajiban yang diamanahi KEJI. Jadi verifikasi berita, hukumnya: wajib!” katanya saat tampil sebagai Pembicara Utama, Pelatihan Jurnalistik, Pra – Uji Kompetensi Wartawan (UKW), di Fave Hotel, Pekanbaru, Sabtu (16/09/2023).
Dalam pelatihan yang diikuti 30 peserta para jurnalis dan Ketua Organisasi Pers se-Provinsi Riau itu, selain Wahyudi menampilkan dua pembicara: Direktur Hukum PJC, Asmanidar, S.H. dan Direktur Pendidikan PJC, Abdul Kadir, S.Pd.,M.Pd.,M.IKom.
Dikesempatan itu, atas dukungan terselenggaranya pelatihan, PJC memberikan penghargaan kepada:
- Ketua DPD JOIN, Rokan Hulu, Palasroha Tampubolon, C.NPS.
- Ketua DPC PWRI Rokan Hulu, Panigoran Dasopang,
- Ketua DPD PJID Riau, Jetro Sibrani, S.H.MH,Cht,
- Sekjend. lDPD JOIN Rokan Hulu, Esra Simbolon.
- Owner KubahNews.Com, Amran Huang.
Wahyudi menyebut, akhir-akhir ini lagi trendy, wartawan, yang malas dan takut melakukan konfirmasi berita, berdalih atas sikapnya yang kontra-produktif itu, bahwa dirinya tidak digaji perusahaannya.
“Malah, beberapa wartawan menjadikan honor kecil, sebagai tameng untuk tidak melengkapi konfirmasi pada berita yang ditulisnya. Alasannya, yah masalah klasik: semua butuh uang,” kata Penulis Buku-Buku Jurnalistik itu.
Wahyudi mengatakan, sebenarnya, kewajiban verifikasi berita dan kesejahteraan wartawan dua hal dilematis bagi sebagian besar Wartawan Indonesia, saat ini.
Perimbangan berita yang diperoleh wartawan dengan meminta kinfirmasi dan verfikasi, katanya merupakan kewajiban wartawan yang diamanahi Pasal 1 dan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik Indonesia (KEJI).
“Sementara, gaji dan kesejahteraan wartawan, adalah hak yang seyogianya diperoleh wartawan atas kewajiban perusahaan pers yang diatur Pasal 10 Undang – Undang Pers,” kata Wahyudi.
Persoalannya, kemudian kata Wahyudi, tetap mencuatkan dua masalah susulan. Sekalipun Dewan Pers telah memberi verifikasi atas institusi perusahaan pers, tetap saja masalah gaji dan kesejahteraan wartawannya terabaikan.
“Bisa jadi, saat tim Dewan Pers, melakukan verfikasi terhadap Perusahaan Pers, tidak disertai data yang jujur dari perusahaan tersebut, tentang gaji dan kesejahteraan wartawannya,” katanya.
Kemudian, hal mendasar sebenarnya muncul dari kesadaran wartawan itu sendiri. Menurut analisis Wahyudi, oknum-oknum yang memasuki profesi wartawan bukan atas panggilan hati, motivasi dan daya juangnya cenderung: rendah.
“Penting dimengerti, bahwa semua wartawan yang sukses dan kaya hari ini, di awal kariernya adalah sosok-sosok jurnalis yang dhimpit masalah ekonomi,” tegas Wahyudi.
Dirinya sendiri, saat mengawali profesi jurnalis 35 tahun silam, katanya bergelut dengan keringat dan air mata. Malah, katanya untuk biaya makan sejari-hari aja, susah.
“Namun, kondisi serba minim itu tidak membuat semangat saya surut, demi memenuhi kewajiban profesi dan menjaga integritas,” tegasnya.
Wahyudi merasa prihatin atas kondisi wartawan hari ini yang dilengkapi kemudahan-kemudahan fasilitas oleh teknologi supermodern untuk menjalankan tugas jurnalistik.
“Sayangnya, kemajuan teknologi itu, bagi sebagian wartawan justru dijadikan sarana bermalas-malasan dan melahirkan mental pengecut,” tandasnya.**(red)