OKU (SUMSEL), Redaksi86 com — Publik dikejutkan dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap delapan orang di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Sumatera Selatan. Dari delapan orang tersebut, tiga merupakan anggota DPRD OKU, tiga Aparatur Sipil Negara (ASN), dan dua pihak swasta.
Namun, yang menyita perhatian masyarakat yaitu, keberadaan Bupati OKU, Teddy Meilwansyah, yang hingga kini belum diketahui pasca OTT tersebut. Belum ada pernyatan resmi dari sang Bupati terkait sikap Pemerintah Kabupaten OKU terhadap kejadian tersebut.
Bahkan, sejumlah agenda resmi yang seharusnya dihadiri oleh Teddy dalam rangka bulan suci Ramadhan pun batal dihadirinya. Kabag Protokol, Komunikasi Pimpinan Daerah (Prokopim) Setda OKU yang dihubungi wartawan juga tidak merespons.
Sebagaimana diketahui, KPK mengungkap konstruksi perkara pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan di OKU.
Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Minggu (16/3/2025), Ketua KPK Setyo Budiyanto mengumumkan enam tersangka dari delapan orang yang terjaring OTT. Mereka adalah Ketua Komisi III DPRD OKU M Fahrudin, Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati, Anggota Komisi III DPRD OKU Ferlan Juliansyah, Kepala Dinas PUPR OKU Nopriansyah, serta dua pihak swasta, Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso.
Setyo mengungkapkan bahwa ketiga anggota DPRD tersebut menagih uang muka jatah fee sembilan proyek PUPR kepada Nopriansyah. Komitmen tersebut harus diserahkan sebelum Idul Fitri.
“Pada kegiatan ini patut diduga bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh, pertemuan dilakukan antara Anggota Dewan, Kepala Dinas PUPR, juga dihadiri oleh Pejabat Bupati dan Kepala BPKAD,” ujar Setyo.
Lebih lanjut, pada tanggal 11-12 Maret 2025, Pablo mengurus pencairan uang muka beberapa proyek. Pada 13 Maret, uang muka akhirnya cair meski mengalami kendala cash flow karena prioritas pembayaran THR, TPP, dan penghasilan perangkat daerah.
Hari itu juga, Pablo menyerahkan Rp2,2 miliar kepada Nopriansyah yang dititipkan kepada Arman, seorang PNS di Dinas Perkim OKU. Sebelumnya, pada awal Maret, Ahmad Sugeng sudah lebih dulu menyerahkan Rp1,5 miliar kepada Nopriansyah.
Pada Januari 2025, saat pembahasan RAPBD OKU TA 2025, beberapa anggota DPRD meminta jatah Pokir yang diubah menjadi proyek fisik di Dinas PUPR senilai Rp45 miliar. Dari nilai tersebut, Ketua dan Wakil Ketua DPRD mendapatkan Rp5 miliar, sedangkan anggota mendapat Rp1 miliar. Angka ini kemudian disesuaikan menjadi Rp35 miliar dengan total fee tetap 20 persen atau Rp7 miliar.
Setyo menjelaskan bahwa setelah RAPBD disahkan, anggaran Dinas PUPR naik dari Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar. Nopriansyah lalu menawarkan sembilan proyek kepada Pablo dan Ahmad Sugeng dengan komitmen fee 22 persen, yaitu 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD.
Untuk menghindari kecurigaan, proyek-proyek ini dikondisikan menggunakan perusahaan dari Lampung Tengah. Beberapa proyek di antaranya:
- Rehabilitasi rumah dinas bupati (Rp8,39 miliar) – CV Royal Flush
- Rehabilitasi rumah dinas wakil bupati (Rp2,46 miliar) – CV Rimbun Embun
- Pembangunan kantor Dinas PUPR (Rp9,88 miliar) – CV Daneswara Satya Amerta
- Pembangunan jembatan di Desa Guna Makmur (Rp983,8 juta) – CV Gunten Rizky
- Peningkatan Jalan Poros Desa Tanjung Manggus-Bandar Agung (Rp4,92 miliar) – CV Daneswara Satya Amerta
- Peningkatan Jalan Desa Panai Makmur-Guna Makmur (Rp4,92 miliar) – CV Adhya Cipta Nawasena
- Peningkatan Jalan Unit XVI-Kedaton Timur (Rp4,92 miliar) – CV MDR Corporation
- Peningkatan Jalan Letnan Muda M Sido Junet (Rp4,85 miliar) – CV Berlian Hitam
- Peningkatan Jalan Desa Makarti Tama (Rp3,93 miliar) – CV MDR Corporation
“Ini semua dilakukan oleh NOP dengan PPK. Mereka langsung berangkat ke Kabupaten Lampung Tengah dan berkoordinasi dengan para pihak,” kata Setyo.
Sementara itu Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur menambahkan. Pada pertemuan awal pihaknya menyampaikan bahwa yang ditangkap tersebut merupakan perwakilan untuk anggota DPRD yang lainnya, pihaknya akan terus mendalami dari anggota DPRD yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka seperti apa sebetulnya dari pertemuan tersebut berapa pembagiannya dan lain-lainnya.
“Nanti akan kita lihat lagi untuk anggota DPRD lainnya kita akan meminta keterangan termasuk juga pertemuan dengan Pj Bupati, nah ini ada dua ya ada Pj Bupati pada saat sebelum dilantik 2024 itu masih dijabat oleh Penjabat, kemudian setelah 2025 setelah pelantikan Bupati definitive. Kedua-duanya akan kita dalami perannya sehingga terlihat dalam penentuan besaran Pokir dan lain-lainnya itu tentunya harus ada putusan dari pejabat tertinggi di kabupaten tersebut,” urai Asep.
Ditambahkan Asep Guntur, terkait dengan kurangnya anggaran dan lain-lain tapi kemudian diputuskan oleh pejabat tertinggi di Kabupaten OKU, sehingga untuk pembayarannya bisa didahulukan hal ini akan diperdalam.
“Nah yang demikian itu tentunya akan kita perdalam tentunya juga kaitannya dengan pejabat sebelumnya kita tunggu saja ya hasilnya nanti,” pungkasnya.**(Dedy Arman)