KAMPAR, Redaksi86.com – Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Administrasi Kewilayahan Setda Kabupaten Kampar, Tangkas Marisi. H, S.Hut, M.Si menyebut, ada tiga tapal batas daerah Kabupaten Kampar yang belum terselesaikan hingga saat ini. Ketiga wilayah tersebut adalah perbatasan Kampar-Rohul, Kampar-Pelalawan dan perbatasan Kampar dengan Kabupaten Siak.
Tangkas Marisi lalu menjelaskan, berbagai upaya penyelesaian persoalan ketiga tapal batas antar kabupaten ini sudah ditempuh oleh Pemda Kampar termasuk sudah pula difasilitasi oleh Kementrian Dalam Negeri.
“Berbagai upaya sudah kita jalani. Namun tidak ada kata sepakat sejauh ini. Setelah itu ada semacam amanah dari UU Cipta kerja, bahwasanya batas seluruh daerah harus sudah selesai enam bulan setelah Peraturan Permendagri diterbitkan, yakni PP 21 Tahun 2020,” jelas Tangkas Marisi, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa, 19 Oktober 2021.
Di kementerian sendiri, lanjut Tangkas Marisi, akan diterbitkan batas ketiga daerah tersebut pada bulan Agustus 2021, tapi ternyata sampai saat ini keputusan itu belum juga terbit. Pemda Kampar dalam hal penentuan tapal batas hanya bersifat menunggu keputusan dari pusat.
“Posisi kita dari kabupaten hanya menunggu keputusan. Karena upaya fasilitasi (di pusat) sudah dilakukan. Kita menunggu keputusan tim batas daerah tingkat nasional. Dalam hal ini nanti terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) tentang batas daerah,” bebernya.
Tangkas juga mengungkap hal-hal lain yang memperumit penyelesaian perundingan tapal batas kabupaten disebabkan adanya irisan-irisan kepentingan di tingkat bawah. Seperti adanya latar belakang kepentingan dan peran pemangku adat setempat sampai pada kepentingan-kepentingan segelintir pihak di masyarakat baik secara sosial maupun kepentingan secara politik dan ekonomi.
“Yang menjadi permasalahan atau sengketa di wilayah-wilayah tapal batas tersebut, secara prinsip, masing-masing batas Kampar-Rohul, Kampar-Pelalawan dan Kampar-Siak, ada daerah-daerah yang irisan kepentingannya kuat dan adanya klaim (sepihak), ini wilayahnya sejak dulu. Sementara dari daerah yang sempadan mengklaim pula ditambah adanya latar belakang Ninik Mamak, ada yang berlatar belakang pernyataan masyarakat. Dan berbagai macam klaim dari daerah yang sempadan. Baik itu dari Kampar, Rohul maupun Siak dan Pelalawan,” terang dia.
“Ketidakjelasan tapal batas ini, dampaknya bagi kita adalah ketidakjelasan wilayah secara administrasi. Semakin lama ditetapkan batas ini, semakin menumpuk pula permasalahan-permasalahan yang ada di sempadan. Baik itu (tarik menarik kepentingan) sumber daya alam, mengenai masyarakat yang tinggal untuk menertibkan administrasi mereka, baik itu mengurus kependudukan mereka,” kata Tangkas Marisi.
“Dan ketika ada usulan pemekaran wilayah menjadi tidak bisa. Karena pemekaran wilayah itu harus sudah definitif dulu batasnya. Semuanya banyak berdampak dari ketidakjelasan atau keterlambatan dari penetapan batas daerah ini,” sebutnya
Ia menceritakan proses penyelesaian yang sudah berjalan berdasarkan Permendagri 114 tahun 2021, fasilitasi awal dilakukan oleh gubernur, selanjutnya gubernur dengan tim penegasan batas daerah, setelah beberapa kali, sesuai diamanahkan itu tiga kali. Ketika langkah-langkah yang telah ditempuh tidak menemui kesepakatan, kemudian Tim Penegasan Batas Daerah (PBD) Provinsi Riau Dalam hal ini gubernur melanjutkan ke Kementerian Dalam Negeri untuk diselesaikan di tingkat pusat.
“Di tingkat pusat pun kita difasilitasi kembali pertemuan dengan daerah yang berselisih. Masing-masing diberi ruang untuk berargumen, apa data dan fakta yang dimilki oleh masing-masing daerah dipersilahkan untuk disampaikan. Sampai menemukan kata kesepakatan sehingga penetapan batas finalnya ditetapkan Menteri Dalam Negeri. Bagaimanapun nanti di daerah sebisa mungkin tentu menentukan aliran yang ada,” tutur Tangkas.
Saat ini, kata Tangkas Marisi, kendala lain dalam penentuan tapal batas menjadi semakin sulit, karena dokumen-dokumen lama sulit ditemukan. Dokumen lama itu menunjukkan bahwa itu wilayah siapa. Namun fakta lapangannya berbeda, karena perkembangan masyarakat di lapangan, tergantung dari pembangunan yang ada di dekat mereka. Misalnya di daerah batas Kampar dengan Siak. Pembangunan di daerah sana itu lebih banyak masuk dari Kabupaten Siak sehingga masyarakat di Kabupaten Kampar di perbatasan lebih ingin masuk ke Kabupaten Siak.
“Wilayah-wilayah terluar seperti itu sebenarnya harus menjadi prioritas kita untuk pembangunan, baik itu fasilitas umum, jalan terutama. Kemudian fasilitas-fasilitas pendidikan, kesehatan sehingga tanda-tanda wilayah itu jelas. Ini kekurangan kita yang harus diperbaiki ke depan,” kata Tangkas Marisi
Upaya ke depan, kata Tangkas Marisi, pemerintah daerah hingga saat ini terus berupaya berkoordinasi menanyakan bagaimana penetapan batas itu diselesaikan secepatnya. Agar dalam pembangunan daerah mendapatkan kepastian. Kepastian dalam wilayah administrasi agar tidak ada permasalahan-permasalahan lain yang akan timbul. Begitu juga masyarakat memperoleh pelayanan dari fasilitas pemerintah, baik itu pendidikan, kesehatan dan pelayanan urusan kepemerintahan lainnya. Keberadaan mereka juga menjadi jelas, mereka berada di wilayah mana jadi tidak abu-abu lagi.
“Harapan kita seharusnya Kementerian Dalam Negeri bisa menyelesaikan permasalahan tapal batas ini. Sesuai dengan amanah Undang-Undang Cipta Kerja yang telah diterbitkan sebagaimana yang telah disampaikan kementerian, bahwasanya akan menyelesaikan dalam waktu enam bulan, yaitu pada bulan Agustus tahun 2021 sesuai amanah Undang-Undang Cipta Kerja bahwa permasalahan batas di seluruh kabupaten/kota yang ada di Indonesia, termasuk juga di Kampar. Bila persoalan tapal batas dengan tiga daerah itu selesai, maka sejarah lingkar luarnya sudah sudah fix sudah definitif batasnya. Kita tinggal menata bagian di dalamnya,” kata Kasubbag Administrasi Kewilayahan Setda Kabupaten Kampar itu.**(M.Sanusi)