KAMPAR KIRI, Redaksi86.com – Jabatan Kades (Kepala Desa) dan Sekdes (Sekretaris Desa) Sei Geringging Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar jadi sorotan, pasalnya hubungan Kades dan Sekdes ini merupakan Ayah dan Anak. Tentu hal ini menurut warga akan rawan terjadi unsur KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme).
Masyarakat semula sangat berharap melalui Pemerintahan Desa yang saat ini dipimpin oleh Kades Busmaini akan menjadi lebih baik dari sebelumnya, terutama tentang infrastruktur fisik yang dikerjakan, serta Ketahanan Pangan yang dikelola oleh Pemerintah Desa beserta Perangkat Desa yang menggunakan anggaran Alokasi Dana Desa (ADD), maupun Dana Desa (DD) termasuk berupa bantuan-bantuan lainnya, baik yang dari Pemerintah Daerah ataupun Pusat.
Salah satunya dana bantuan ke masyarakat dari Pihak lain, artinya Kades wajib transparan, rasional, efektif dan efesien, bersih serta bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Nepotisme adalah suatu istilah yang disebutkan dalam Pasal 26 ayat 4, hurup F, Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 terkait kewajiban Kepala Desa dalam memilih Perangkat Desa yang Akuntable Transfaran, Rasional, Efektif, Efesien bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme berdasarkan dari aturan yang ada didalam peraturan perundang- undangan, bila memilih Perangkat Desa itu harus berdasarkan kemampuannya.
Seperti yang disampaikan masyarakat Desa Sei Geringging kepada awak media (26/04/2024), bahwa mengenai dalam susunan kepengurusan Perangkat Desa di kantor desa, terkait Kepala Desa dan Sekdes ternyata mempunyai hubungan erat yaitu bapak dan anak kandung.
“Saat dilakukan pemilihan Sekdes sama sekali tidak ada melalui tes atau melalui mekanisme yang transfaran terhadap masyarakat, itu semua hanya berdasarkan kemauan pribadi Kades sendiri menjadikan anaknya sebagai Sekdes,” ungkap seorang warga gerutunya kepada wartawan.
Sangat jelas aturan yang ada didalam undang-undang Pemerintahan Desa, bahwa bila ada anaknya menjadi Perangkat Desa kemudian orang tuanya menjadi Kepala Desa, jelas tidak diperbolehkan, harus diketahui Camat kemudian Camat meneruskan ke Bupati, begitu menurut aturan bukan berdasarkan kemauan pribadi Kades sendiri.
Karena dengan sangat vitalnya tugas pokok dan fungsi Sekdes pada Pemerintahan Desa, ini sangat rentan terhadap praktik Korupsi dan Kolusi jika didapat dari hasil Nepotisme. Apalagi Pemerintahan Desa mendapatkan mandat, titipan Anggaran Dana Desa dari Pemerintah Pusat yang nilainya lebih kurang dari Rp 1 miliar per-tahun.
Dengan kondisi polemik yang hanya ‘rasan-rasan’ cerita dari mulut ke mulut, tanpa ada reaksi kritik sebagai evaluasi kinerja sang Kades, ini berpotensi akan terjadi kemunduran dalam proses pembangunan di desa tersebut. Belum lagi kalau hanya ditunggangi oleh sekelompok orang dengan tujuan tertentu.
Jangan sampai suara kritis bukan untuk perbaikan, tapi untuk menggapai kepentingan yang lebih busuk dari lingkaran Nepotisme yang saat ini terjadi di desa tersebut.
Kalau hanya diam dan ‘rasan-rasan’ atau cerita dari mulut ke mulut, tidak ada penyadaran terhadap yang pucuk pimpinan di Kampung itu, Kades bisa semakin menjadi-jadi dan tidak hanya ‘bermain-main di tepi jurang’ tapi bisa benar-benar terjerumus dalam celaka.
Celaka Kades juga celaka Warga dan Masyarakat. Karena telah membiarkan sebuah ketidak patutan. Sedangkan ketidak patutan paling fatal adalah membiarkan ketidak patutan itu sendiri.
Dan dalam Opini ini, penulis hanya sekadar ingin sedikit membangun kesadaran, serta sebagai bentuk implementasi tidak diam dengan ketidak patutan, jika Nepotisme pengangkatan anak Kades oleh Kades menjadi Sekdes ini disadari menjadi hal yang tidak patut.
Sekali lagi, “Enggak patut Kepala Desa mengangkat anak kandungnya sebagai Sekdes!”.
Hingga berita ini terbit, Sabtu (27/04) Kepala Desa Busmaini belum dapat dihubungi guna konfirmasi informasi yang dirangkum wartawan.
Masyarakat minta kepada Instansi terkait dan APH Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar, agar bisa segera mengaudit hal tersebut.**
Penulis : MHa
Editor : Redaksi