Pekanbaru, Redaksi86.com – Pekanbaru yang tumbuh menjadi kota besar kini menjadi saksi tumbuh dan kembang sumber daya manusia di dalamnya. Festival ini diadakan karena Pekanbaru hari ini menjadi barometer kesenian dan kebudayaan di Provinsi Riau sekaligus di Sumatera.
Festival ini dibuka oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pekanbaru Dra. H. Masriya dan Ketua Umum DKKP Fedli Azis. Dalam pelaksanaannya antusiasme muncul dari kelompok-kelompok serta sanggar di Kota Pekanbaru untuk ikut berpartisipasi dalam Anak Pekan Fest II tahun ini. Ini
Di penyelenggaraan tahun kedua ini antusiasme dan karya terbaru muncul sebagai sebuah penyajian dengan muatan lokal melayu serta masyarakat urban.
Taman Budaya Riau di pusat Kota Pekanbaru penuh dan sesak dengan penonton.
Tampak juga beberapa seniman di antara penonton saat itu antara lain, Kunni Masrohanti, Husin, Rian Harahap, Jupri, Ade Pura, Joni Hendri, Rina NE dan masih banyak yang tak bisa disebutkan satu per satu.
Pada selasa (20/06/2023) mulai dari pagi hingga malam ratusan orang bergantian masuk ke dalam gedung olah seni Edi Ruslan Pe Amanriza Taman Budaya Riau. Mereka berbondong-bondong untuk hadir menyaksikan peristiwa kesenian dan kebudayaan yang ditaja oleh Dewan Kesenian Kota Pekanbaru (DKKP) yang bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Kota Pekanbaru dalam rangka menyambut HUT Kota Pekanbaru yang ke-239.
Dalam kegiatan ini ada dua festival kesenian yang diperlombakan untuk menjadi laboratorium insan dan organisasi kesenian di Kota Pekanbaru.
Adapun untuk kategori teater tahun ini mengangkat jenis teater realis yang diikuti oleh tujuh komunitas teater di Kota Pekanbaru. Komunitas teater yang tampil pagi hingga sore antara lain: Belacan Art Community dengan judul naskah Badai Sepanjang Malam, Taksu dengan judul naskah Orang Kasar, UKM Batra Unri dengan judul naskah Orang Kasar, Tuah Kirana dengan judul naskah RT Nol RW Nol, Goebok Creative dengan judul naskah Badai Sepanjang Malam, Maharani dengan judul naskah Malam Jahanam, dan terakhir Komunitas Jejak Langkah dengan judul naskah Badai Sepanjang Malam.
Dalam pementasan teater realis kali ini peserta berjuang untuk menyajikan karya terbaik mereka di hadapan dewan juri Azis Fikri, Fedli Azis, dan Haryo. Mereka harus menguras pikiran untuk menentukan siapa yang terbaik dari karya-karya yang luar biasa yang tersaji saat itu.
Dalam persidangan dewan juri pun, muncul silang pendapat untuk menentukan siapa yang terbaik dan menjadi ikon Anak Pekan Fest pada tahun ini. Hasilnya muncullah nama-nama pemenang sebagai berikut:
UKM Batra Unri (Penyaji Terbaik 1 dan Aktor Terbaik), Taksu (Penyaji Terbaik 2), Komunitas Jejak Langkah (Penyaji Terbaik 3), BAC (Sutradara Terbaik), Maharani (Aktris Terbaik), dan Goebok Creative (Artistik Terbaik).
“Karya-karya yang muncul hari ini merupakan karya teater yang sudah ada pakemnya dan lebih jelas batasan untuk menilainya”, ujar Fedli.
Selain festival teater realis, pada malam hari juga diadakan festival tari yang tak kalah antusiasnya. Penampilan tari pada Anak Pekan Fest II memunculkan anak-anak muda baru sebagai bibit regenerasi seniman di Kota Bertuah.
Adapun kelompok tari yang ikut pada malam itu antara lain: Ncik Kemilau, Titah Negeri, Kemilau Art, Taksu Mention, Sanggar Seni 412, Bahuwarna, Bina Tasik.
Sebagai sebuah karya tari maka tentu banyak hal yang menjadi penilaian selain koreografinya. Maka pemilihan juri menjadi penting untuk menakar keprofesionalan sebuah event.
Malam itu ada tiga juri yaitu Taufiq Yendra, Syafmanefi Alamanda dan Iwan Irawan yang berdebat alot dan intens melihat kelompok mana mampu meyakinkan mereka bahwa karya tersebut adalah ikon Anak Pekan Fest.
Maka pilihan pun jatuh pada sanggar Ncik Kemilau (Penyaji Terbaik 1 dan Koreografi Terbaik), Kemilau Art (Penyaji Terbaik 2 dan Penari Terbaik), Titah Negeri (Penyaji Terbaik 3).
Anak Pekan Fest ditutup dengan foto bersama seluruh stakeholder, seniman dan peserta. Kegiatan ini adalah sebuah kegiatan yang menjadi prioritas untuk membangun infrastruktur non fisik dari Kota Pekanbaru.
Seperti yang kita ketahui, bahwa kota-kota di Pulau Jawa selalu mengandalkan kesenian dan kebudayaan sebagai bagian dari pembangunan pariwisata. Kota yang maju tentu harus didukung dengan kesenian yang secara massif menunjukkan kemajuan.
Seni bukan hanya dilihat sebagai sebuah sektor hiburan namun lebih jauh dari itu sebagai sebuah konsep membangun kebudayaan dan kemanusiaan. Mental manusia perlu dibangun seperti apa yang disampaikan dalam penggalan lirik lagu Indonesia Raya, “Bangunlah jiwanya, bangunlah raganya”.
Sejatinya Anak Pekan Fest telah menjadi sebuah event dengan skala yang diperhitungkan setiap tahunnya. Ia telah menjadi kalender resmi kesenian bagi insan seniman di Kota Pekanbaru.
Festival ini masih jauh banyak kekurangan, namun spirit anak-anak muda itu menjadi penguat untuk terus menjalankan festival ini kedepannya.
Seniman dan pemerintah memang sudah seharusnya saling berkait kelindan demi memajukan manusianya. Pada akhirnya seni itu memang untuk masyarakat luas. Ia adalah produk penciptaan yang memerlukan ruang dan wadah. Dewan Kesenian Kota Pekanbaru telah menuntaskannya dengan baik. **Rian Harahap